Saturday, 31 January 2015

Arti Penting Predasi dalam Ekosistem

Definisi luas predasi sebagai konsumsi satu organisme hidup (mangsa) oleh yang lain (predator) tidak termasuk pemulung dan pengurai. Namun demikian, hasil definisi ini dalam klasifikasi berbagai organisme seperti predator. Klasifikasi sederhana predator akan menjadi kategori organisme heterotrofik disajikan sebelumnya, yang didasarkan pada penggunaan jaringan tumbuhan dan hewan sebagai sumber  makanannya:
a.       karnivora (karnivora-konsumsi jaringan hewan),
b.      herbivora (herbivora-konsumsi tanaman atau jaringan alga),dan
c.       omnivora (omnivory-konsumsi kedua jaringan tanaman dan hewan)
Predasi, bagaimanapun, adalah lebih dari sebuah  transfer energi. Ini adalah interaksi langsung dan sering kompleks dari dua atau lebih spesies: pemakan dan dimakan. Sebagai sumber kematian, populasi predator memiliki potensi untuk mengurangi, atau bahkan mengatur, pertumbuhan populasi mangsa. Pada gilirannya, sebagai sumber daya penting, ketersediaan mangsa dapat berfungsi untuk mengatur populasi predator. Untuk alasan-alasan, ekologi mengenali kation klasifi fungsional, berdasarkan interaksi spesifik antara predator dan mangsa, yang menyediakan lebih kerangka kerja yang tepat untuk memahami saling berhubungan dinamika predator dan mangsa populasi.
Dalam hal ini klasifikasi predator kita cadangan sebagai predator istilah, atau predator sejati, untuk spesies yang membunuh mereka mangsa kurang lebih segera setelah penangkapan. predator ini biasanya mengkonsumsi beberapa organisme mangsa dan terus lebih seumur hidup mereka berfungsi sebagai agen kematian pada populasi mangsa. Sebaliknya, sebagian besar herbivora (pemakan rumput dan browser) mengkonsumsi hanya bagian dari individu tanaman. Meskipun kegiatan ini dapat membahayakan tanaman, biasanya tidak mengakibatkan kematian.
Predator benih dan planktivores (herbivora air yang memberi makan pada fitoplankton) pengecualian; herbivora ini berfungsi sebagai predator sejati. Seperti herbivora, parasit memakan organisme mangsa (host) sementara itu masih hidup; dan meskipun berbahaya, aktivitas makan mereka umumnya tidak mematikan dalam jangka pendek. Namun, hubungan antara parasit dan organisme tuan rumah mereka memiliki keintiman yang tidak terlihat pada predator sejati dan herbivora, karena banyak parasit hidup pada atau dalam organisme tuan rumah mereka untuk beberapa bagian dari siklus hidup mereka.
Kategori terakhir dalam klasifikasi fungsional ini, parasitoid, terdiri dari kelompok serangga diklasifikasikan berdasarkan perilaku bertelur dari betina dewasa dan pola perkembangan larva mereka. Itu serangan parasitoid mangsa (host) secara tidak langsung dengan meletakkan telur-telurnya pada tubuh inang.
Ketika telur menetas, pakan larva pada Tuan rumah, perlahan-lahan membunuh itu. Seperti parasit, parasitoid sangat berkaitan erat dengan organisme inang tunggal, dan mereka tidak menyebabkan kematian langsung dari tuan rumah. Dalam bab ini kita akan menggunakan klasifikasi fungsional sebelumnya, fokus perhatian kita pada dua kategori yang benar predator dan herbivora. (Dari titik ini ke depan, istilah predatoris digunakan dalam mengacu pada kategori predator sejati).
Sumber : (Thomas M Smith and Robert Leo Smith. 2012. Element Of Ecology Eight Edition. USA: Pearson Education, Inc., publishing as Pearson Benjamin Cumming. Halaman : 251 - 253) 


Cara bakteri Meningkatkan Resisten terhadap Antibodi Sel Inang

BAKTERI PATHOGEN

Walaupun beberapa pathogen dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan jaringan, lebih banyak menginfeksi jaringan yang menyebabkan penyakit. Disini kita akan mempertimbangkan beberapa faktor yang berperan dalam kemampuan bakteria dalam menyerang inang.
a.      Kapsul
Beberapa bakteri membuat materi glikokalyx dalam bentuk kapsul yang menutup dinding selnya; komponen ini meningkatkan daya serangnya ke spesies. Kapsul resisten terhadap pertahanan inang dengan mengurangi fagositosis, yang merupakan mekanisme sel dalam menelan tubuh mikroba dan menghancurkannya. Sifat dari zat kimia kapsul tampaknya mencegah fagositosis sel dari pelekatan ke bacterium. Akan tetapi, tubuh manusia dapat menghasilkan antibody yang melawan kapsul, dan ketika antibody ini ada di permukaan kapsul, bakteri tak berkapsul dengan mudah rusak melalui fagositosis.
Satu bacterium yang bersifat pathogen dengan memilliki kapsul polisakarida adalah Streptococcus pneumonia, penyebab penyakit pneumonia.
Namun perlu diketahui bahwa kpasul bukan hanya penyebab virulence. Banyak bakteri non-pathogen menghasilkan kapsul, dan pathogen penyebab penyakit tidak memiliki kapsul.
b.      Komponen dinding sel
Dinding sel dari bakteri tertentu mengandung substansi kimiawi yang berkontribusi penyebab penyakit. Contohnya, Streptococcus pyogenes yang menghasilkan protein yang tahan panas dan tahan asam yang dikenal dengan Protein M. protein ini ditemukan diantara permukaan sel dan fimbria. Protein M berperan dalam pelektana bakteium ke sel epitel inang dan membantu bakteri resisten terhadap fagositosis oleh sel darah putih. Protein ini meningkatkan sifat penyebab penyakit mikroorganisme. Kekebalan S. Ptyogenes tergantung pada produksi antibodi tubuh  yang spesifik untuk Protein M. Neisseria gonorrhoeae  tumbuh dalam sel epitel manusi dan sel darah putih. Bakteri ini menggunakan fimbriae dan protein membrane luar yang disebut Opa untuk melekat ke sel inang. Melalui pelekatan kedua Opa dan fimbriae, sel inang menerima masuk bakteri. Asam Mycolic yang membuat dinding sel dari Mycobacterium tuberculosis juga meningkat sifat virulen nya dengan resisten jika tertelan fagosit dan bisa dengan leluas menggandakan diri dalam fagosit.
c.       Enzim
Sifar virulen beberapa bakteri agaknya dibantu dengan menghasilkan enzim ekstra seluler (exoenzym) dan dan berhubungan secara substansial. Ada zat kimia yang bisa mencerna material diantara sel dan bentuk atau mencerna gumpalan darah, diantara fungsi lainnya.
Coagulases adalah enzim bakteri yang bisa mengkoagulasi fibrinogen darah. Fibrinogen, protein plasma dihasilkan oleh hati, berubah oleh koagulasi menjadi fibrin, benag benang yang menggumpalkan darah. Kumparan fibrin mungkin melindungi bakteri dari fagositosis dan isolasi dari pertahanan lain inang. Coagulases dihasilkan oleh beberapa anggota dari genus Staphylococcus.
d.      Variasi antigenik
Kehadiran antigen menyebabkan tubuh menghasilkan protein yang disebut antibody yang mengikat antigen dan menginaktif atau menghancurkannya. Akan tetapi beberapa pathogen bisa mengubah antigen permukaannya, proses yang dikenal dengan variasi antigenic. Dengan demikian, ketika tubuh merespon infeksi pathogen, pathogen tersebut telah mengubah antigennya dan tidak lagi terpengaruh oleh antibody. Beberapa mikroba bisa aktif mengubah gen, menghasilkan antigen berbeda. Contohnya, N. gonorrhoeae beberapa menyalin gen mengkode Opa, menghasilkan sel dengan antigen yang berbeda dan dalam sel dapat mengekspresikan antigen berbeda pada suatu waktu.
Mikroba yang memiliki kemampuan dengan kisaran yang cukup luas dalam variasi antegenik. Contohnya Infulenza virus agent penyebab influenza (flu), Neisseria gonorrhoeae, Trypanosoma brucei gambiense penyebab penyakit tidur (trypanosimiasis).
e.       Penetrasi ke dalam sitokskeleton sel inang
Seperti catatan sebelumnya, mikroba menyerang sel inang melalui pelekatan. Sitoplasma eukariotik memiliki struktur internal yang kompleks (sitoskeleton), terdiri dari protein filament yang disebut mikrofilamen, filament intermediet dan mikrotubulus. Komponen utama dari sitoskeleton adalah protein yang disebut aktin, yang digunakan oleh beberapa mikroba untuk penetrasi sel inang dan juga untuk  berpindah diantara dua sel inang.

Sumber:  (Gerard J. Tortora, Berdell R. Funke, Christine L. Case, 2010. Microbiology an Introduction. San Fransisco (USA): Pearson Education, Inc., publishing as Pearson Benjamin Cummings)

Kompetisi Interspesifik (Interspesific competition)


kompetisi Interspesifik Melibatkan Dua Spesies Atau Lebih
Hubungan yang memberikan pengaruh pada populasi dari dua atau lebih spesies dengan kurang baik (- -) adalah kompetisi interspesifik. Dalam kompetisi interspesifik, seperti kompetsi intraspesifik, individu mencari keadaan yang baik dengn persediaan yang terbatas. Tapi pada kompetisi Interspesifik, individu terdiri dari dua spesies atau lebih. Kedua jenis kompetisi mungkin berada pada tempat secara serentak. Pohon yang berganti daun di hutan di bagian timur America, contohnya tupai abu abu bersaing diantara mereka sendiri dalam memperoleh biji selama setahun ketika pohon oak menghasilkan lebih sedikit biji. Pada waktu yang sama, tikus berkaki putih, rusa berekor putih, keledai liar, dan burung jay bersaing dalam memperoleh makanan. Karena kompetisi, satu arau lebih spesies yang ada mungkin meluaskan dasar usaha mereka dalam mencari makan.
Seperti kompetisi intraspesifik, kompetisi interspesifik mengambil dua bentuk ; ekspolitasi dan interference. Sebagai sebuah alternatif  ini percabangan klasifikasi sederhana dari interaksi kompetisi., Thomas Schoener dari Universitas California, Davis Mengajukan 6 tipe interaksi yang merupakan contoh dari kompetisi Interspesifik : (1) konsumsi, (2) preemption, (3) overgrowth, (4) interaksi kimiawi, (5) territorial, dan (6) encounter.
Kompetisi memakan terjadi ketika individu dari satu spesies menghalangi individu lain untuk berbagi makanan, seoerti kompetisi diantara berbagai macam spesies hewan untuk biji. Kompetisi preemptive terjadi terutama diantara organisme sesil, seperti kerang, remis , dimana kedudukan oleh satu individu menghalangi kekuasaan spesies laiinya. Kompetisi overgrowth terjadi ketik satu organisme secara harfiah tumbuh melebihi yang lain (dengan atau tanpa kontak fisik), menghambat akses pada beberapa sumber esensial. Sebuah contoh dari interaksi ini adalah ketika pohon yang lebih tinggi menaungi pohon yang berada dibawahnya, memungkinkan kekurangan cahaya. Dalam interaksi kimia, senyawa kimia penghambat pertumbuhaan atau racun dikeluarkan oleh individu menghambat atau membunuh spesies yang lain. Allelopati pada tumbuhan, yang memproduksi zar kimia oleh beberapa tumbuhan menghambat perkecambahan dan keberadaan spesies yang lain, contoh dari tipe interaksi spesies. Kompetisi territorial akibat dari tingkah laku mengesklusi lainnya dari tempat spesifik yang dipertahankan sebagai territory. Kompetisi encounter akibat ketika wilayah nonterritorial mempertemukan diantara dua individu yang secara negative mempengaruhi satu sama lain dari spesies yang ada. Variasi spesies dari burung pemakan bangkai memperebutkan bangkai hewan yang telah mati yang tersedia adalah sebuah contoh dari tipe interaksi ini.

Sumber : (Thomas M Smith and Robert Leo Smith. 2012. Element Of Ecology Eight Edition. USA: Pearson Education, Inc., publishing as Pearson Benjamin Cumming. Halaman : 251 - 253) 

Wednesday, 28 January 2015

Laporan praktikum Fisiologi Tumbuhan " Pengaruh Intensitas Cahaya dan Suhu Terhadap Laju Fotosintesis"


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
    Fisiologi tumbuhan merupakan salah satubidang kajian dalam biologi. Dalam mata kuliah fisiologi tumbuhan itu sendiri terdapat banyak materi/kajian yang menjelaskan mengenai proses-proses vital yang terjadi pada tubuh tumbuhan, salah satunya fotosintesis, yang merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seluruh tumbuhan didunia, selaku organisme autotrof.
    Kebanyakan tumbuhan tidak berpindah, memproduksi makanannya sendiri, menggantungkan diri pada apa yang diperolehnya dari lingkungannya sampai batas-batas yang tersedia. Fotosintesis merupakan proses penyusunan bahan makanan bagi tumbuhan, termasuk makhluk hidup yang lain yang memanfaatkan tumbuhan.
     Suatu ciri hidup yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan hijau adalah kemampuan dalam menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasi dalam tubuh tumbuhan. Senyawa organik yang baku adalah rantai karbon yang dibentuk oleh tumbuhan hijau dari proses fotosintesis. Fotosintesis atau asimilasi karbon adalah proses pengubahan zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil menjadi zat organik karbohidrat dengan bantuan cahaya. Proses fotosintesis hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang mempunyai klorofil. Proses ini hanya akan terjadi jika ada cahaya dan melalui perantara pigmen hijau daun yaitu klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Fotosintesis adalah suatu proses penyusunan (anabolisme atau asimilasi) di mana energi diperoleh dari sumber cahaya dan disimpan sebagai zat kimia.
    Ada banyak faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis, diantaranya intensitas cahaya dan suhu, oleh karenanya dilaksanakanlah praktikum ini untuk membuktikan pengaruh dari intensitas cahaya dan suhu terhadap lajut fotosintesis tumbuhan.
B. Tujuan Percobaan
Adapaun tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat pengaruh suhu dan intenitas cahaya terhadap laju fotosintesis dengan mengukur banyaknya O2 yang dikeluarkan.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah dapat menambah wawasan  mahasiswa serta menambah keterampilan praktikum mahasiswa, khususnya dalam menguji pengaruh suhu dan intensitas cahaya terhadap laju fotosintesis pada tumbuhan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

    Tumbuhan terutama tumbuhan tingkat tinggi, untuk memperoleh makanan sebagai kebutuhan pokoknya agar tetap bertahan hidup, tumbuhan tersebut harus melakukan suatu proses yang dinamakan proses sintesis karbohidrat yang terjadi di bagian daun satu tumbuhan yang memiliki kloropil, dengan menggunakan cahaya matahari. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tumbuhan untuk prosestersebut. Tanpa adanya cahaya matahari tumbuhan tidak akan mampu melakukan proses fotosintesis, hal ini disebabkan kloropil yang berada di dalam daun tidak dapat menggunakan cahaya matahari karena kloropil hanya akan berfungsi bila ada cahaya matahari (Dwidjoseputro, 1986).
   Fotosintesis adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan atau energi yaitu glukosa yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri dengan menggunakan zat hara, karbondioksida, dan air serta dibutuhkan bantuan energi cahaya matahari. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi.       
Dalam reaksi fotosintesis, sebanyak 691.000 kalori energi radiasi diserap dan dikonversi ke dalam bentuk glukosa. Kenyataan bahwa proses fotosintesis memerlukan cahaya, menunjukkan adanya pengaruh intensitas cahaya yang besar terhadap laju keseluruhan reaksi fotosintesis. Pada keadaan intensitas cahaya rendah, laju fotosintesis akan akan rendah pula. Keadaan ini dapat dikatakan sebagai faktor pembatas (Ismail, 2011).
Karbohidrat merupakan senyawa karbon yang terdapat di alam sebagai molekul yang kompleks dan besar. Karbohidrat sangat beraneka ragam contohnya seperti sukrosa, monosakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang paling sederhana. Monosakarida dapat diikat secara bersama-sama untuk membentuk dimer, trimer dan lain-lain. Dimer merupakan gabungan antara dua monosakarida dan trimer terdiri dari tiga monosakarida (Kimball, 2002). 
Fotosintesis merupakan proses sintesis senyawa organik (glukosa) dari zat anorganik (CO2 dan H2O) dengan bantuan energi cahaya matahari. Dalam proses ini energi radiasi diubah menjadi energi kimia dalam bentuk ATP dan NADPH + H yang selanjutnya akan digunakan untuk mereduksi CO2 menjadi glukosa. Maka persamaan reaksinya dapat dituliskan :
Kloropil
6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2 + Energi
Sinar matahari
Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol Co2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Persamaan reaksi kimia respirasi merupakan kebalikan dari reaksi kimia fotosintesis (Syamsuri, 2000).
Perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan biasa dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989).
Fotosintesis juga terjadi proses metabolisme lain yang disebut respirasi. Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997).
Bahan organik yang dioksidasi adalah glukosa (C6H12O6) maka persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6H2O + Energi 
Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat = 1, protein < 1 (= 0,8 – 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi lainnya (Krisdianto dkk, 2005).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal
Waktu :
Tempat : Laboratorium Biologi FMIPA UNM Lantai III sebelah Timur 
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Mikroburet 
b. Statif
c. Gelas ukur
d. Luxmeter
e. Gelas kimia
f. Thermometer
2. Bahan
a. Tanaman Hydrilla sp
b. Air
c. Permen karet
C. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan seluruh alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Merakit mikroburet dan memasangnya pada statif.
3. Memasukkan tanaman Hydrilla sp. ke dalam tabung pengumpul gas.
4. Mencelupkan tabung pengumpul dalam tabung reaksi besar.
5. Menutup rapat-rapat tabung mikroburet dengan pipa karet sehingga seluruh buret terisi larutan. Menutup kedua klem.
6. Mengalirkan air pada mikroburet.
7. Mengukur intensitas cahaya dengan lux meter.
8. Mengukur suhu dengan thermometer.
9. Gelembung-gelembung O2 akan terkumpul pada bagian atas tabung pengumpul. Dengan mengatur klep pada bagian bawah, gelembung-gelembung udara dapat diarahkan  menuju miroburet yang berskala untuk pengukuran. Sesudah pengukuran,  gelembung udara dapat didororong masuk ke dalam penampung dengan membuka klem.
10. Memasukkan data hasil pengamatan berupa jumlah gelembung, ke dalam laporan sementara.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan 
1. Tempat Terang
No. Waktu (menit ke-) Intensitas cahaya Suhu Jumlah gelembung
1 0 305 35 -
2 10 307 38 9
3 20 309 40 13
4 30 313 40 16
5 40 428 41 20
6 50 704 42 25

2. Tempat Gelap
No. Waktu (menit ke-) Intensitas cahaya Suhu Jumlah gelembung
1 0 70 31 -
2 10 85 31 0
3 20 152 31 0
4 30 80 31 0
5 40 21 31 0
6 50 35 31 0

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh intensitas cahaya dan suhu terhdap laju fotosintesis yang diadakan ditempat gelap dan tempat terang, terdapat hasil yang signifikan. Pada percobaan 10 menit pertama dengan intensitas cahaya pada percobaan pertama 305 dengan suhu 35oC tidak diperoleh gelembung udara. Pada percobaan ke II atau pada 20 menit ke II dengan intensitas cahaya 307 dengan suhu 380C diperoleh 9 gelembung udara. Begitu pula hasil pengamatan menit-menit selanjutnya, yaitu menit ke 30, 40, 50 dengan intensitas cahaya yang meningkat dari 307 samapai 704, disertai suhu yang semakin meningkat, mulai dari 38oC-42oC, terdapat peningkatan jumlah gelembung udara mulai dari 9 gelembung udara hingga 25 gelembung udara. Dari hasil pengamatan tersebut dapat ditemukan bahwa  intensitas cahaya dan peningkatan suhu mempengaruhi laju fotosintesis. Cahaya sangat berperan dalam proses fotosintesis. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya peningkatan jumlah gelembung udara yang dihasilkan dimana O2 merupakan hasil dari fotosintesis yang dikeluarkan oleh tumbuhan. 
Untuk percobaan yang dilakukan didalam laboratorium (dianggap sebagai tempat gelap) dilakukan perlakuan dengan cara suhu tetap yaitu 31oC, tetap jarak tanaman dengan cahaya diatur, dimulai dari pengamatan 10 menit pertama hingga 50 menit terakhir tidak terdapat gelembung pada percobaan. Hal ini dikarenakan kondisi jurang cahaya disertai suhu yang stabil serta rendah, memungkinkan laju fotosintesis berjalan tidak optimal, sehingga tidak dihasilkan gelembung.
Menurut teori, tumbuhan melakukan fotosintesis dengan bantuan cahaya dimana tumbuhan menangkap cahaya dengan menggunakan pigmen yang disebut kloroplas. Kloroplas inilah yang berperan dalam proses fotosintesis, cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan menuju mesopil tempat terjadinya fotosintesis
Adapun reaksi fotosintesis:
12H2O + 6CO2 + cahaya C6H12O6 + 6O2 +6H2O
Fotosintesis berlangsung melalui 2 tahap yaitu:
a. Reaksi terang
Energi cahaya diserap dalam fotosintesis II menggunakan elektron e- lalu memasuki transper electron pertama lalu ke fotosintesis I dengan pusat p700
b. Reaksi gelap 
CO2 diikat oleh dan melalui serangaian rekasi berbentuk 2 molekul membentuk glukosa, glukosa merupakan bahan baku untuk produk akhir amilum.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Laju fotosintesis dipengaruhi oleh suhu dan intensitas cahaya. Semakin banyak intensitas cahaya dan semakin tinggi suhu (hingga batasoptimum), maka fotosintesis berjalan semakin optimal dan dihasilkan O2 yang banyak pula.
B. Saran
1. Praktikan sebaiknya bersungguh-sungguh dalam menjalani praktikum fisiologi tumbuhan, agar diperoleh ilmu yang optimum berdasarkan hasil pengamatan, dan dapat menguji teori dari perkuliahan.
2. Kakak asisten sebaiknya membimbing praktikan dengan sepenuh hati dan memberikan penjelasan-penjalasan yang berkaitan dengan praktikum yang sedang dijalani, sehingga terjadi transfer ilmu secara tidak langsung.
3. Laboran sebaiknya menyediakan alat dan bahan yang berhubungan dengan praktikum, sehingga praktikan tidak usah mencari bahan lagi, sangat mengganggu jalannya praktikum. Banyak waktu yang terbuang hanya untuk mengantri pengguanaan alat, karena setiap praktikan sudah membayar uang laboratorium sebesar Rp. 250.000,00-/semester. Mohon gunakan uang laboratoium seoptimalnya pada kegiatan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro. 1986. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Kimball, J.W. 2002. Fisiologi Tumbuhan. Erlangga. Jakarta.
Krisdianto, dan kawan-kawan. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.Banjarbaru.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. PT Gramedia. Jakarta.
Simbolon, Hubu dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Syamsuri. I. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta



Laporan praktikum Fisiologi Tumbuhan "Tropisme Tumbuhan"


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
     Fisiologi tumbuhan adalah ilmu tentang proses faal/fungsi pada tumbuhan. Salah satu pokok bahasan yang penting dalam fisiologi tumbuhan adalah gerak pada tumbuhan. Gerak pada tumbuhan sendiri ada bermacam-macam. 
    Salah satu hal yang menjadi ciri makhluk hidup, baik itu pada hewan maupun tumbuhan adalah bergerak. Setiap organisme juga mampu menerima rangsang yang disebut iritabilitas dan mampu pula menanggapi rangsang tersebut yang dapat berupa gerak tumbuhan. Gerak ini dapat berupa perubahan posisi tubuh atau perpindahan yang meliputi seluruh atau sebagian dari tubuh. Gerak pada hewan berbeda dengan gerak pada tumbuhan dimana pada hewan dapat berlari, berjalan sedangkan gerak pada tumbuhan yakni dengan melihat arah tumbuhnya yakni yang dipengaruhi oleh berbagai sumber rangsangan, baik itu cahaya ataupun gaya gravitasi.
   Tumbuhan bereaksi terhadap perubahan lingkungan dengan perwujudan yang tampak antara lain pada pertumbuhannya. Respon terhadap perubahan lingkungan yang diwujudkan sebagai pertumbuhan mengakibatkan bagian tertentu lebih cepat tumbuh dibandingkan yang lainnya. Respon ini dapat menghasilkan gerak yang nyata walaupun umumnya lebih lambat dari gerak nasti. Diantara gerak akibat tumbuh yang dikenal adalah gerak tropisme. Arah gerak tumbuhan karena rangsang cahaya disebut fototropisme dan arah gerak tumbuhan karena gaya gravitasi disebut geotropisme.
Oleh karena gerak pada tumbuhan memiliki pokok bahasan yang sangat mendasar dan penting dalam fisiologi tumbuhan maka perlu diadakan praktikum khusus mengenai gerak pada tumbuhan, khususnya mengenai fototropisme dan geotropisme tumbuhan.
B. Tujuan Percobaan
Tujuan praktikum ini adalah untuk melihat respon fototropisme dan geotropisme.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat melihat respon fototropisme dan geotropisme. Selain itu, hasil dari praktikum ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian yang menyangkut gerak pada tumbuhan, khususnya mengenai fototropisme dan geotropisme.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
     Fototropisme dan geotropisme merupakan aktivitas yang jelas berperan dalam perkembangan tumbuhan. Respon fototropik menentukan letak atau kedudukan daun dan batang untuk dapat menangkap sinar matahari sebanyak-banyaknya bagi keperluan fotosintesis. Tropisme menyebabkan pula tunas tumbuh ke atas dan akar ke dalam tanah (Ismail, 2011).
Di dalam pertumbuhan tanaman terdapat adanya dominansi pertumbuhan di bagian apeks atau ujung organ yang disebut sebagian dominansi apikal. Dominansi apical diartikan sebagia persainangan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal pertumbuhan. Dominansi apical atau dominansi pucuk biasanya menandai pertumbuhan vegetative tanaman yaitu pertumbuhan akar, batang dan daun. Dominansi apical setidaknya berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan lateral. Selama masih ada tunas pucuk, pertumbuhan tunas lateral akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk. Dominansi pucuk dapat dikurangi dengan memotong bagian pucuk tumbuhan yang akan mendorong pertumbuhan tunas lateral (Dahlia, 2001).
Auksin adalah zat yang ditemukan pada ujung akar, batang, pembentukan bunga yang berfungsi untuk pengatur pembesaran sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormone pertumbuhan pada semua jenis tanaman lain dari hormone ini adalah IAA atau Asam Indol Asetat. Hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar, fungsi dari hormone auksin ini adalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang (Campbell, 2004).
Dari penemuan mengenai auksin, dua respon fisiologis tumbuhan dapat dijelaskan yaitu pertumbuhan batang yang menuju ke arah datangnya sinar dan respon terhadap gaya tarik bumi di mana batang tumbuh ke atas berlawanan dengan gaya tarik bumi. Gerakan ini disebut tropisme sebagai hasil dari pertumbuhan yang tidak sama dari sel-sel pada kedua sisi organ yang terkena rangsangan (Ismail, 2011).
Auksin merupakan istilah genetik untuk substansi pertumbuahn yang khususnya merangsang perpanjang sel, tetapi auksin juga menyebabkan suatu kisaran respon pertumbuhan yang agak berbeda-beda. Respon auksin berhubungan dengan konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat. Auksin mengatur proses di dalam tubuh tanaman dalam morfogenesis. Misalnya kuncup lateral dan pertumbuhan akar dihambat oleh auksin namun permukaan pertumbuhan akar baru digalakkan pada jarinngan kalus. Konsentrasi auksin yang berlebihan menyebabkan ketidaknormalan seperti epinasti. Auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel dimana mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplas. Maka karena tekanan dinding sel berkurang, protoplas mendapat kesempatan untuk meresap air dari sel-sel yang adadi bawahnya karena sel-sel yang ada di dekat titik tumbuh mempunyai nilai osmotis yang tinggi (Gardner, 1999).
Pada permulaan perkembangan lembaga semua sel membelah terus tetapi pada pertemuan dan perkembangan selanjutnya pembelahan sel dan pertambahan jumlah sel menjadi terbatas pada daerah yang sangat sedikit mengalami diferensiasi yaitu suatu jaringan yang tetap bersifat embrionik di dalam jaringan dan sel-selnya tetap mempunyai kemampuan membelah. Jaringan embrionik di dalam jaringan dewasa ini yang kita sebut jaringan meristem. Meristem adalah jaringan sel-selnya tetap bersifat embrional artinya mampu terus menerus membelah diri tak terbatas untuk menambah jumlah sel tubuh. Sel penyusun meristem biasanya isodioometrik dan berdinding tipis serta relative lebih kaya protoplas dibandingkan dengan sel-sel jaringan dewasa walaupun tidak menemukan criteria umum secara morfologis untuk membedakan sel meristem dan sel jaringan dewasa yang belum mengalami spesialisasi (Setjo, 2004).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari/tanggal :
Waktu
Tempat : Laboratorium Biologi Lantai III Barat FMIPA UNM
B. Alat dan Bahan
1. Alat 
a. Cawan petri
b. Rang kawat
c. Gelas piala
d. Penggaris
2. Bahan
a. Biji padi (Oryza sativa)
b. Biji jagung (Zea mays)
c. Aquades
d. Kapas
C. Prosedur Kerja
1. Fototropisme
a. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
b. Mengambil gelas kimia ukuran 1 Liter.
c. Mengambil rang kawat, kemudian menempelkan seluruh sisinya dengan kapas.
d. Memasukkan rang kawat yang berlapiskan kapas ke dalam gelas kimia 1 liter.
e. Meletakkan biji padi dengan ukuran hampir sama pada rang kawat secara vertikal dengan bagian koleoptil berada di atas.
f. Mengisi aquades ke dalam gelas piala lalu memasukkan rang kawat ke dalam gelas piala dengan koleoptil dapat menerima langsung cahaya dari satu sisi gelas piala dengan pengamatan selama 14 hari.
g. Meletakkan gelas piala di ruang gelap selama 48 jam.
h. Memindahkan gelas piala ke ruang yang bercahaya. 
i. Mengamati pertumbuhan kolepotil, memasukkan data hasil pengamatan ke dalam laporan sementara.
2. Geotropisme
a. Merendam biji jagung selama 1 malam.
b. Menyiapkan 3 cawan petri yang masing-masing permukaan dalamnya diberi kapas yang telah dibasahi oleh aquades.
c. Menyusun 6 biji jagung pada tiap cawan petri sepanjang garis tengah cawan dengan posisi titik tumbuh biji pada cawan petri berada di bawah dan untuk cawan petri yang lain dengan titik tumbuh biji mengahadap ke samping.
d. Mengamati pertumbuhan pada biji jagung dan biji padi. 

BAB  IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Fototropisme
Menghadap arah cahaya

Membelakangi arah cahaya












2. Geotropisme
Hari I

Hari X

B. Pembahasan
1. Fototropisme
Pada praktikum mengenai fototropisme, kita mengadakan pengamatan selama 10 hari. Perlakuan I selama 1 hari, koleoptil diarahkan ke arah normal, maka belum terlihat perubahan. Kemudian perlakuan II, koleoptil di arahkan ke arah cahaya dan diamati selama 4 hari. Saat perlakuan ini, perlahan-lahan biji no. 2 mulai tumbuh dan terlihat keluarnya daun pertama (plumula) dan akar pertama (radikula). Selama perlakuan kedua ini, terlihat bahwa arah tumbuh plumula condong ke arah cahaya. Hal ini dapat kila lihat dengan jelas pada gambar di atas (hari V). Kemudian perlakuan III , koleoptil kembali diarahkan ke arah normal selama 1 hari, dan tidak terlihat perubahan berarti. Pada pengamatan IV, kecambah diarahkan membelakangi cahaya selama 4 hari. Pada proses perlakuan ini, biji no.6 perlahan-lahan mulai tumbuh juga dan arah tumbuhnya tetap mengarah ke cahaya. Tapi, dari foto pada hari X, kita melihat kembali pertumbuhan kecambah no. 6, terlihat arahnya agak menjauhi cahaya. Menurut saya, ini bukanlah akibat pengaruh rangsang, karena sebenarnya kedua kecambah ini tetap mengarah ke cahaya. Tapi, karena sudah mulai tumbuh besar maka daun-daun tersebut menjadi berat dan mencondongkon diri ke arah yang sesuai agar tetap seimbang.
2. Geotropisme
Pengamatan kedua ini, kita ingin melihat pengaruh gaya gravitasi bumi terhadap pertumbuhan suatu tumbuhan terutama pada tunas akarnya. Untuk melihat pengaruh ini, maka kita meletakkan biji dengan arah tempat keluarnya tunas akar nanti ke arah yang membelakangi gaya gravitasi. Selama proses perlakuan, biji-biji ini agak lama mengalami pertumbuhan. Tapi pada hari keempat, mulai terlihat keluarnya radikula. Walaupun ditempatkan ke arah negatif terhadap gravitasi, tapi radikula ini tetap tumbuh dengan membelokkan dirinya ke arah bawah. Hal ini merupakan salah satu gerak yang diakibatkan oleh rangsang dari gravitasi bumi.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa gerak pertumbuhan terdiri atas fototropisme yang dipengaruhi oleh rangsangan cahaya dan geotropisme yang dipengaruhi gaya gravitasi yakni pertumbuhan menuju ke pusat bumi.
B. Saran
a. Praktikan sebaiknya bersungguh-sungguh dalam menjalani praktikum fisiologi tumbuhan, agar diperoleh ilmu yang optimum berdasarkan hasil pengamatan, dan dapat menguji teori dari perkuliahan.
b. Kakak asisten sebaiknya membimbing praktikan dengan sepenuh hati dan memberikan penjelasan-penjalasan yang berkaitan dengan praktikum yang sedang dijalani, sehingga terjadi transfer ilmu secara tidak langsung.
c. Laboran sebaiknya menyediakan alat dan bahan yang berhubungan dengan praktikum, sehingga praktik tidak mengganggu jalannya praktikum. Banyak waktu yang terbuang hanya untuk mengantri pengguanaan alat, seringkali alat-alat praktikum fisiologi tumbuhan kurang jumlahnya. Karena setiap praktikan sudah membayar uang laboratorium sebesar Rp. 250.000,00-/semester. Mohon gunakan uang laboratorium seoptimalnya pada kegiatan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid Satu. Jakarta : Erlangga

Dahlia. 2001. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Malang : UM Press

Gardner.F.P.1999. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta : UI Press

Ismail. 2010. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Makassar : Jurusan Biologi FMIPA UNM

Setjo,Sustetyoadi. 2004. Anatomi Tumbuhan. Malang : UM Press









Laporan praktikum Fisiologi Tumbuhan " Penetapan Potensial Osmotik Cairan Sel"


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
     Fisiologi tumbuhan adalah ilmu tentang proses-proses faal/fungsi fisiologis tumbuhan. Ada banyak pembahasan dalam fisiologi tumbuhan, salah satu diantaranya adalah potensial ari jaringan tumbuhan. Air merupakan salah satu zat yang sangat penting bagi reaksi biosfer yang terjadi di atmosfer, termasuk reaksi internal dalam jaringan tumbuhan. Air pada jaringan tumbuhan memiliki potensial.
      Proses difusi dan osmosis sangat erat kaitannya dengan pengukurna potensial air jaringan tumbuhan. difusi merupakan perpindahan zat terlarut, dari konsentrasi yang lebih tinggi menuju ke konsentrasi yang lebih rendah. Osmosis merupakan difusi air melalui membran semipermeabel. Mekanisme difusi osmosis berguna dalam transpor zat dan osmoregulasi, dalam hal ini kesetimbangan zat-zat (konsentrasi) di dalam sel dan di luar sel. Pada mekanisme osmosis, terjadi perbedaan konsentrasi garam-garaman pada dua ruang, ini adalah mekanisme sel mempertahankan keseimbangan garam-garaman tersebut, dengan jalan melewatkan/melalui air, menuju ke ruang yang memiliki konsentrasi garam-garaman yang lebih banyak, karena garam-garaman tersbut tidak mampu melalui membran sel yang semi permeabel. Hanya air dan ion garam-garaman tertentu yang dapat melalui membran sel.
        Tumbuhan akan berkembang secara normal dan tumbuh subur serta aktif apabila sel-selnya dipenuhi dengan air, berhubung air berfungsi sebagai medium berbagai reaksi kimiawi sel. Suatu ketika apabila waktu perkembangannya, tumbuhan kekurangan suplai air, maka kandungan air dalam tumbuhan menurun dan laju perkembangannya yang ditentukan oleh laju semua fungsi-fungsi yang juga menurun. Jika keadaan kekeringan ini berlangsung lama, maka dapat mematikan tumbuhan. 
       Oleh karena difusi dan osmosis merupakan pokok bahasan yang sangat mendasar dan penting dalam fisiologi tumbuhan, sehingga maka perlu diadakan praktikum khusus mengenai difusi dan osmosis, utamanya mengenai potensial osmotik cairan sel jaringan tumbuhan unit 2 praktikum fisiologi tumbuhan.
B. Tujuan Praktikum 
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengukur nilai potensial osmotik cairan sel.
C. Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini diantaranya menambah keterampilan prkatikum mahasiswa dan wawasan mahasiswa, khususnya mengenai cara menentukan potensial osmotik cairan sel, khususnya sel tumbuhan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
     Air penting bagi tumbuhan. Air berperan dalam pelaksanaan reaksi biokimia. Air dapat membrikan tekanan hidrolik pada sel sehingga menimbulkan turgor pada sel-sel tumbuhan, memberikan sokongan dan kekuatan pada jaringan-jaringan tumbuhan yang tidak memiliki sokongan struktur. Struktur tumbuhan yang penting dalam perlalulalangan zat adalah dinding sel dan membran sel. Pada membran sel terjadi peristiwa osmosis (Sasmitamihardja, 1996).
       Kelangsungan hidup sel tumbuhan bergantung pada kemampuannya untuk menyeimbangkan pengambilan dan pengeluaran air . pengambila atau pengeluaran netto air oleh suatu sel terjadi melalui osmosis, yaitu traspor passif air melewati suatu membran. Dalam hal ini membran sel tumbuhan (Campbell, 2004).
       Komponen-komponen potensial air tumbuhan terutama terdiri dari potensial osmotik (PO) dan potensial turgor (tekanan, PT). oleh karena potensial osmotik cairan sel, air murni cenderung memasuki sel, sedangkan potensial turgor di dalam sel mengakibatkan kecenderungan yang berlawanan, yaitu air meninggalkan sel (Ismail, 2011).
       Untuk mengatur PO saja, maka PT harus nol. Potensial turgor sama dengan nol terjadi pada keadaan sel mengalami plasmlisis. Plasmolisis merupakan persitiwa lepasnya protoplasma dari dinding sel karena keluarnya sebagian air dari vakuola. Keadaan dimana volume vakuola tepat cukup untuk menahan  menempelnya protplasma pada dinding sel, sehingga kehilangan air sedikit saja berakibat lepasnya prtoplasma dari dinding sel, disebut plasmolisis insipien. Plasmolisis insipien dapat dikenali apabila dalam suatu larutan eksternal (missal sukrosa) dijumpai sekumpulan sel yang 50% berplasmolisis dan 50% lagi tidak berplasmolisis. Keadaan rata-rata ini disebut sebagai plasmolisis insipien. Digunakan nilai rata-rata karena PO sel-sel tersebut tidak sama atau bervariasi. Pada keadaan plasmolisis insipien, sel berada dalam keadaan tanpa tekanan; PO larutan eksternal memiliki nilai sama dengan O cairan sel, maka disebut isotonik terhadap cairan sel (Ismail, 2011).
        Dengan menghitung nilai PO dari larutan sukrosa yang isotonik dengan cairan sel, maka nilai PO cairan sel dapat diketahui. Nilai potensial cairan sel dari sel-sel tumbuhan biasanya berkisar antara -10 bar - -20 bar (Ismail, 2011).
      Proses osmosis sangat berperan dalam proses pengangkutan tumbuhan. Memungkinkan terjadinya penyerapan air dan ion-ion dari dalam tanah yang nanti akan diedarkan keseluruh bagian tumbuhan.Terjadinya pengangkutan itu akan menyababkan tekanan turgor sel,sehingga mampu membesar dan mempunyai bentuk tertentu. Osmosis juga memungkinkan terjadinya membuka dan menutupnya stomata.
          Pada titik kesetimbangan, nilai mutlak potensial osmotik (yang negatif) setara dengan tekanan nyata (yang positif) di osmometer sempurna, maka potensial osmotik larutan dapat diukur secara langsung. Pengukuran besaran ini banyak dilakukan, khusunya pada abad ke-19 oleh Wilhem FP Pfeffer (1877). Ia membuat gambaran yang hampir sempurna, tegar, dan semi-permiabel, dengan cara yang merendam sebuah mangkuk berpori yang terbuat dari tanah liat dalam kalium ferosianida dan kemudian dalam kupro sulfat, yang akan mengendapkan tembaga ferosinida pada porinya (Salisbury, 1992).
       
            Sistem yang menggambarkan tingkah laku air dan pergerakan air dala tanah dan tubuh tumbuhan didasarkan atas suatu hubungan energi potensial. Air mempunyai kapasitas untuk melakukan kerja, yaitu akan bergerak dari daerah dengan energi potensial tinggi ke daerah energi potensial rendah. Energi potensial dalam sistem cairan dinyatakan dengan cara membandingkannya dengan energi potensial air murni. Karena air di dalam tumbuhan dan tanah biasanya secara kimia tidak murni, disebabkan oleh adanya bahan terlarut dan secara fisik dibatasi oleh berbagai gaya, seperti gaya tarik menarik yang berlawanan, gravitasi, dan tekanan, maka energi potensialnya lebih kecil daripada energi potensial air murni. Dalam tumbuhan dan dalam tanah, energi potensial air itu disebut potensi air, dilambangkan dengan huruf Yunani psi dan dinyatakan sebagai gaya per satuan luas (Gardiner, 1991).

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Prosedur Kerja 
  1. Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan.
  2. Mengambil 9 buah cawan petri, kemudian mengisi tiap-tiap cawan petri dengan larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda, mulai dari aquadest, sukrosa 0,28 M hingga sukrosa 0,14 M.
  3. Masing-masing cawan petri diberi label dari kertas temple, berdasarkan larutan sukrosa di dalamnya (M).
  4. Mengambil beberapa potong jaringan epidermis bagian abaksial daun Rhoeo discolor, lalu memasukkan masing-masing potongan tipis daun Rhoeo discolor ke dalam cawak petri dengan jarak waktu + 5 menit antara cawan petri satu dengan cawan petri lainnya.
  5. Membiarkan selama 30 menit, lalu mengambil potongan tersebut dengan pinset, meletakkannya ke atas objek glass, kemudian menutupnya dengan deck glass. Mengamati preparat di bawah lensa objektif mikroskop cahaya.
  6. Mencatat jumlah sel yang terplasmolisis pada tabel pengamatan laporan sementara.
  7. Menentukan pada larutan sukrosa mana terdapat sel-sel yag 50% dari sel-selnya mengalami plasmolisis.
  8. Menentukan nilai PO cairan sel dengan menggunakan rumus :

          Ψs=  (-22,4 MT)/273 bar
           Dimana : Ψs = potensial osmotik
                        M = konsentrasi larutan sukrosa di mana sel berada keadaan plasmolisis insipien
                         T = suhu absolut (suhu ruang oC + 273)
                       -22,4 = nilai PO larutan sukrosa 1,0 M pada suhu ruang


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Rumus:
% Sel yang terplasmolisis=  (Jumlah sel yang terplasmolisis)/(Jumlah sel)×100%
Aquadest
% Sel yang terplasmolisis =  0/30×100% =0 %
Larutan Sukrosa 0,28 M
% Sel yang terplasmolisis =  27/30×100% =90%
Larutan Sukrosa 0,26 M
% Sel yang terplasmolisis =  21/30×100% =70%
Larutan Sukrosa 0,24 M
% Sel yang terplasmolisis =  18/30×100% =60%
Larutan Sukrosa 0,22 M
% Sel yang terplasmolisis =  13/30×100% =43,3%
Larutan Sukrosa 0,20 M
% Sel yang terplasmolisis =  10/30×100% =33,3%
Larutan Sukrosa 0,18 M
% Sel yang terplasmolisis =  7/30×100% =23,3%
Larutan Sukrosa 0,16 M
% Sel yang terplasmolisis =  7/30×100% =23,3%
Larutan Sukrosa 0,14 M
% Sel yang terplasmolisis =  6/30×100% =20%
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, masing-masing jaringan (kumpulan sel epidermis) mengalami plasmolisis pada masing-masing larutan sukrosa dengan jumlah sel yang terplasmolisis berbeda-beda. Pada larutan akuadest, sel epidermis sama sekali tidak mengalami plasmolisis. Peristiwa terlepasnya membran plasma dari dinding sel karena terjadinya eksoosmosis (sel ditempatkan dalam larutan yang hipertonik). 
Berdasarkan hasil pengamatan persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,28 M adalah 90 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,26 M adalah 70 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,24 M adalah 60 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,22 M adalah 43,3 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,20 M adalah 33,3 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,18 M adalah 23,3 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,16 M adalah 23,3 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan  sukrosa 0,14 M adalah 20 %. Dilihat dari data yang diperoleh persentase sel yang terplasmolisis paling tinggi adalah pada larutan sukrosa 0,28 M. 
Jaringan atau sel-sel pada tumbuhan dapat dikatakan berplasmolisis apabila konsentrasi larutan diluar sel lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi didalam sel, karena air berdifusi melalui membran sel menuju ke lingkungan yang hipertonik (konsentrasi garam-garamannya tinggi). Apabila konsentrasi larutan tinggi, berarti potensial osmotik juga tinggi. Sehingga semakin banyak jumlah sel yang terplasmolisis.  Rhoeo discolor ke dalam larutan sukrosa 0,28 M – 0,14 M maka sel-selnya akan kehilangan rigiditas (kekakuan)nya. Hal ini disebabkan potensial air dalam sel Rhoeo discolor tersebut lebih tinggi dibanding dengan potensial air pada larutan garam sehingga air dari dalam sel akan keluar ke dalam larutan tersebut. Diamati dengan mikroskop maka vakuola sel-sel tersebut tidak tampak dan sitoplasma akan mengkerut dan membran sel akan terlepas dari dindingnya. Peristiwa lepasnya plasma sel dari dinding sel ini disebut plasmolisis.
Menurut Ismail (2011), osmosis terjadi karena pengeluaraan air dari konsentrasi larutan yang potensialnya tinggi (PA tinggi) ke tempat yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah (PA) rendah. Nilai potensial air dari dalam sel dan nilainya disekitar sel akan mempengaruhi difusi air dari dan kedalam sel tumbuhan. Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang menentukan nilai potensial airnya yaitu matriks sel larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini menyebabkan potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu potensial matriks, potensial osmotik dan potensial tekanan
Pada beberapa hasil pengamatan ada yang tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa  dengan adanya pertambahan konsentrasi maka sel yang terplasmolisis juga semakin banyak, akan  tetapi dari data yang di dapatkan pada hasil pengamatan banyak yang tida sesuai .Hal ini bisa terjadi karena  kesalahan pada saat mengiris daun Rhoeo discolor yaitu tidak terlalu tipis atau masih agak tebal. Faktor lain adalah ketika melakukan pengamatan di bawah mikroskop yaitu kesalahan dalam menjumlah sel-sel yang terplasmolisis/tidak terplasmolisis dalam area yang dihitung/diamati, serta terjadi kerancuan dalam menentukan area sel yang akan diamati.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan. 
Sel-sel tumbuhan akan mengalami plasmolisis (air dalam sel keluar, sehingga membran tidak melekat lagi pada dinding sel) jika ditempatkan dalam larutan hipertonik. Pada keadaan isotonik, sel akan turgid (normal).
B. Saran
  1. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam melakukan praktikum agar hasil yang di peroleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan meningkatkan kerjasama antara sesama anggota kelompok.
  2. Sebaiknya kakak asisten membimbing sepenuh hati, dengan memberikan penjalasan-penjelas yang berhubungan dengan kegiatan praktikum, menjelaskan langkah-langkah praktikum yang salah sehingga perlu diperbaiki, guna memperoleh data praktikum sesuai yang diinginkan.
  3. Sebaiknya laboran memperbarui alat-alat praktikum, misalnya mikroskop atau alat bedah, serta menambah alat-alat praktikum lainnya, guna kelancaran kegiatan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A, Jane B Reece, dan Lawrence G Mitchel. 2004. Biologi Edisi ke 5 jilid II. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Gardiner. Franklin P, dkk. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI Press.
Ismail dan Abdul Muis. 2011. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM Makassar.
Salisbury, Frank B. dan Clean W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
Sasmitamihardja, Dardjat, dan Arbayah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Jurusan Biologi ITB, Bandung. 


Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan"Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Katalase”


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
     Di perkuliahan kita sudah mempelajari tentang bagaimana kerja enzim dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sekedar mengembalikan ingatan kita tentang enzim, maka berikut ini beberapa landasan teori mengenai enzim. Enzim adalah protein yang berperan sebagai katalis dalam metabolisme makhluk hidup. Enzim berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Oleh sebab itu enzim disebut sebagai salah satu katalisator alami. Enzim terdiri dari apoenzim dan gugus prostetik. Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein. Gugus prostetik adalah bagian enzim yang tidak tersusun atas protein. Gugus prostetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan kofaktor (tersusun dari bahan anorganik). Enzim tak hanya ditemukan dalam sel-sel manusia dan hewan, namun sel-sel tumbuhan juga memiliki enzim sebagai salah satu komponen metabolismenya. Enzim katalase merupakan salah satu enzim yang terdapat pada tumbuhan. Enzim diproduksi oleh peroksisom dan aktif dalam melakukan reaksi oksidatif bahan-bahan yang dianggap toksik oleh tanaman, seperti hidrogen peroksida (H2O2). Enzim katalase termasuk ke dalam golongan desmolase, yaitu enzim yang dapat memecahkan ikatan C-C atau C-N pada substrat yang diikatnya 
         Cara kerja enzim dapat dijelaskan dalam dua teori, yaitu: Teori kunci dan gembok (enzim bekerja sangat spesifik. Enzim dan substrat memiliki bentuk geometri komplemen yang sama persis sehingga bisa saling melekat) dan teori ketepatan induksi (enzim tidak merupakan struktur yang spesifik melainkan struktur yang fleksibel. Bentuk sisi aktif enzim hanya menyerupai substrat. Ketika substrat melekat pada sisi aktif enzim, sisi aktif enzim berubah bentuk untuk menyerupai substrat). Namun dalam implementasinya, teori pertama yang dianggap paling sesuai dalam menjelaskan cara kerja enzim .
      Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranta adalah pH, untuk membuktikan pengaruh tersebut, dan menetukan rentang pH yang dapat ditoleransi oleh enzim katalase maka dilaksanakanlah praktikum dengan judul “Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Katalase”
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat efek pH terhadap aktivitas katalase
C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat praktikum ini adalah agar praktikan lebih memahami faktor yang mempengaruhi kerja enzim katalase.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diantara faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah pH larutan. Digunakan katalase karena enzim ini banyak terdapat dimana-mana di dalam sel-sel aerobik, merupakan enzim yang relatif stabil dan reaksinya mudah diukur dari oksigen yang dihasilkan. Katalase sangat aktif dan mudah diekstraksi. Hidrogen peroksida dikenal sebagai penghambat bagia banyak enzim, oleh karena itu jaringan tumbuhan memiliki suatu enzim tertentu yang mengkatalisis perombakannya yakni katalase. Rekasi perombakan hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen adalah sebagai berikut:
2H2O2 -------------- 2H2O + O2 (Ismail, 2014)
pH medium dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Umumnya terhadap pH  optimum agar suatu enzim  dapat berfungsi maksimum dan aktivitas enzim akan menurun pada pH yang lebih tinggi atau lebih rendah.  Kadang gambaran hubungan antara aktivitas enzim dengan pH diwakili oleh kurva yang berbentuk lonceng, tetapi untuk enzim lain mungkin kurvanya relatif datar, pH optimum sering dalam kisaran antara pH6 sampai pH 8 (Lakitan, 2008)
Menurut Ismail (2014), sifat-sifat enzim yaitu:
  1. Secara kimia, umumnya enzim merupakan protein globular
  2. Enzim merupakan katalis yang memecah atau mensintesis senyawa kimia yang lebih komples
  3. Enzim hanya terdapat dalam jumlah kecil di dalam sel karena mereka tidak dapat diubah selama reaksi
  4. Enzim sangat spesifik terhadap substratnya. Biasanya enzim spesifik untuk reaksi yang spesifik 

      Enzim biasanya dipengaruhi oleh pH medium menurut beberapa cara. Biasanya bagia suatu enzim yang berfungsi terdapat pH optimum, yang pada nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai tersebut akan menurunkan aktivitas enzim itu. pH optimum biasanya antara 6 sampai 8, tetapi bagi enzim lain  dapat lebih tinggi atau lebih rendah. pH yang ekstrem biasanya menyebabkan denaturasi. (Sasmitamihardja, 1996)

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari, Tanggal
Waktu
Tempat : Laboratorium Biologi lantai III sebelah Timur FMIPA UNM.
B. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan:
a. Mortal 
b. Gelas piala 1000ml
c. Tabung reaksi kecil
d. Tabung reaksi besar dengan penutup karet
e. Selang karet
2. Bahan yang digunakan:
a. Bahan tanaman: kecambah kacang hijau 
b. Bahan kimia
1) H2O2
2) Air 
3) Larutan penyanggah untuk berbagai pH (3,6; 4,2; 5,4; 6,0; 6,6; 7,2; 7,8; 8,4; 9,0).
C. Prosedur Kerja
  1. Menyiapkan perlengkapan
  2. Mengambil kecambah kacang hijau dan menghancurkan dengan mortal hingga halus, lal
  3. menambahkan dengan 40ml aquadest sampa berbentuk suspense, membiarkan sebentar sampai endapan turun ke bawah. Kemudian menuangkan 10ml cairan yang diatas endapan ke dalam tabung reaksi besar dan dengan menggunaan pipet, meneteskan larutan penyangga (pH) ke dalam larutan larutan enzim dan mengocok-ngocok secara perlahan
  4. Menuangkan H2O2 ke dalam tabung reaksi keci
  5. Menyiapkan perlengkapan untuk mengukur gas O2 yang keluar dari tabung reaksi besar. 
  6. Mengisi aquades pada gelas ukur 10ml kemudian dengan menggunakan ibu jari menutup mulut tabung. dengan posisi terbalik, memasukkan gelas ukur tersebut ke dalam gelas kimia 1000ml yang terlebih dahhulu telah diisi air. 
  7. Pada waktu 0, memiringkan tabung reaksi sampai larutan H2O2 bercampur dengan larutan enzim penyangga. Mengembalikan posisi tabung pada posisi semula (tegak). kemudian mengocok secara perlahan dengan gerakan memutar. untuk menghindari pengaruh panas, memegang tabung pada bagian atas dekat tutu
  8. Menentukan lamanya waktu mengumpulkan gas (O2), yaitu 5 menit sebagai perkiraaan aktivitas enzim. Kemudian menggunakan waktu 5 menit untuk semua perlakuan pH
  9. Menghitung banyaknya gas yang tertampung pada gelas ukur.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel hubungan pH dan jumlah gelembung udara yang dihasilkan 
pH Jumlah Gelembung
3,6 3
4,2 2
5,4 0
6,0 0
6,6 10
7,2 0
7,8 0
8,4 0
9,0 0
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, pada pH 3,6 jumlah gelembung yang terbentuk adalah 3. Pada pH 4,2 jumlah gelembung berkurang menjadi 2. Pada pH 6,6 jumlah gelembung udara meningkat sebanyak 10 gelembung. Sedangkan untuk pH 5,4; 6,0; 7,2; 7,8; 8,4; dan 9,0 tidak ada gelembung udara yang terbentuk. Seharusnya data yang kami peroleh menunjukkan jumlah gelembung yang meningkat secara teratur hingga pH optimum, kemudian turun lagi. Akan tetapi, terjadi beberapa kesalahan prosedur sehingga hasil yang diperoleh kurang berhasil. Misalnya saja, rangkaian alat tidak terpasang dengan baik sehingga memungkinkan udara masuk, pembuatan ekstrak yang kurang halus, hal ini berhubungan dengan enzim katalase yang tidak bekerja optimal pada bidang permukaan yang sempit, terkadang pula praktikan terlalu banyak bergerak sehingga mempengaruhi posisi rangkaian alat. 
        Menurut teori (Ismail, 2014), Tiap enzim mempunyai pH optimum yang membantu menjaga bentuk tiga-dimensionalnya. Perubahan dalam pH dapat menyebabkan denaturasi enzim dengan mengubah muatan enzim, sebagai contoh gugus R asam karboksil menjadi tidak bermuatan pada pH rendah (COOH), tetapi bermuatan pada pH tinggi (COO-). Perubahan ikatan ion enzim berkontribusi dalam bentuk fungsionalnya. 
Untuk kebanyakan enzim, pH optimumnya antara 7-8 (pH fisiologis umum sel), tetapi beberapa enzim dapat bekerja pada pH ekstrem, seperti enzim protease di dalam lambung hewan, yang mempunyai pH optimum 1.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
       Kesimpulan dari praktikum ini yaitu enzim dipengaruhi oleh pH. Enzim katalase  secara optimum pada pH 6,6. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya gelembung udara yang terbentuk. Untuk kebanyakan enzim, pH optimumnya antara 7-8 (pH fisiologis umum sel). Keadaan asam ataupun basa membuat enzim katalase terdenaturasi sehingga tidak mampu bekerja optimum dan apabila hal ini terus dibiarkan dalam tumbuhan, tumbuhan tersebut akan keracunan atau mati akibat tidak mampu mengurai hidrogen peroksida menjadi senyawa yang tidak berbahaya yaitu oksigen dan air.  
B. Saran 
1. Sebaiknya praktikan berhati-hati dalam merangkai alat, guna meminimalisasi kesalahan pada saat praktikum.
2. Sebaiknya laboran menyediakan alat kebersihan (sapu, sekop, lap dan sabun cuci tangan) di dalam Lab. agar setelah praktikum, mudah dilakukan pembersihan ruangan.
DAFTAR PUSTAKA

Ismail. 2014. Fisiologi Tumbuhan. Makassar: FMIPA UNM.

Ismail. 2014. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Makassar: Laboratorium Biologi FMIPA UNM.

Lakitan, Benyamin. 2008. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sasmitamihardja, Dardjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: FMIPA ITB